Pagi hari di Museum Mandiri tanggal 28 Mei 2011 saya bersama Marsad & Midji mempersiapkan semua kebutuhan untuk perjalanan ke Baduy Dalam. Setelah semua beres, kami berangkat ke Stasiun Kota jam 07.00 untuk menunggu para peserta. Rencananya kami naik Kereta Ekonomi ke Rangkasbitung yang berangkat jam 07.51 dengan tarif Rp. 2000,-. Salah satu peserta ada yg menitipkan mobil di Museum Mandiri.
Setelah semua peserta datang kami langsung menuju ke kereta di jalur 7. Kami semua duduk di gerbong 3. Kereta yg jadwalnya jam 07.51 baru berangkat jam 08.05. Saat berangkat dari Stasiun Kota kereta yang kami naiki masih cukup kosong. Cuaca tampak cerah, hanya sedikit berawan. Saat memasuki Stasiun Sudimara kereta baru mulai penuh dan semakin banyak pedagang asongan yang berkeliling.
Setelah perjalanan yang cukup lancar sampailah kami di Stasiun Rangkasbitung jam 10.55. Sambil menunggu mobil carteran kami makan siang terlebih dahulu di warung makan dekat stasiun. Setelah cukup istirahat kamipun naik mobil dan berangkat jam 12.45. Di tengah perjalanan mobil mesti mengisi solar dan juga menjemput 1 orang peserta yang telah terlebih dahulu berada di Rangkasbitung.
Berbeda dari rute umum yang menuju Ciboleger, kami memilih melewati jalur Parigi/Kroya melalui Jl. Raya Bojong Manik agar bisa langsung menuju Baduy Dalam. Jalanan yg dilewati berbukit dan berkelak-kelok. Perbukitan di kiri-kanan jalan cukup rimbun dan terlihat banyak ditanami pohon Albasia. Beberapa wilayah jalan sangat baik karena baru diaspal, tetapi mendekati Kroya kondisi jalan rusak cukup parah sehingga kami terguncang-guncang dan membuat salah satu peserta agak mabuk perjalanan.
Mobil yang kami tumpangi akhirnya sampai tujuan jam 14.55 dan kami turun di Cijahe. Di sini kami berhenti sebentar untuk istirahat sejenak dan memberikan kesempatan bagi peserta yang mau sholat. Setelah istirahat kami langsung melanjutkan perjalanan memasuki wilayah Baduy Dalam dipandu oleh Mulyono, remaja warga kampung Balimbing kenalan kami yang merupakan cucu Pak Nasina. Sebelum itu tidak lupa kami mengingatkan para peserta untuk mematikan dan menyimpan semua peralatan elektronik yang dibawa.
Perjalanan ke Cibeo memakan waktu sekitar satu setengah jam dengan didukung cuaca yang cerah. Setelah melewati Cikartawana akhirnya sampailah kami di Cibeo. Di sini kami bermalam di rumah Pak Nalim. Menjelang senja kami mandi di kali dan pancuran yang terletak di pinggir kampung. Air yang bening dan dingin terasa sangat menyegarkan dan menghilangkan penat sisa perjalanan. Setelah tubuh terasa segar sehabis mandi dan sambil menunggu makan malam disiapkan kamipun ngobrol-ngobrol dengan Pak Nalim dan beberapa orang Cibeo lainnya yang kebetulan mampir.
Makan malam kami terdiri dari nasi putih, mi instan, sardin kalengan, ikan asin dan oreg tempe. Semua makanan tersebut kami bawa sendiri dan dimasak oleh tuan rumah. Untuk mi instan, setiap kali kami ke Baduy kami memang selalu membawanya dalam jumlah yang banyak karena kami tahu mereka sangat menggemarinya. Makan malam kami yang sederhana itu terasa nikmat karena suasana kampung yang sangat tradisional dengan diterangi lentera dari batok kelapa dan bambu dan ditambah suara serangga-serangga malam yang bersahut-sahutan. Di tengah suasana yang tenang tersebut sesekali terdengar gonggongan anjing penjaga kampung.
Setelah makan malam kami masih berbincang-bincang santai sambil bercanda, apalagi sebagian peserta baru kali ini menginjakkan kaki di Baduy Dalam. Berada di Baduy Dalam bagi kami serasa waktu berhenti berputar. Setelah mata kami terasa semakin berat akhirnya lentera pun dimatikan dan kami beranjak tidur.
Sekitar jam 3 pagi ayam-ayam jago mulai berkokok, lentera-lentera mulai dinyalakan dan kampungpun kembali hidup. Dari rumah-rumah sekitar suara obrolan di awal pagi mulai terdengar. Tuan rumah kamipun mulai menyalakan tungkunya untuk mempersiapkan makan pagi sedangkan istri dan anak gadisnya pergi ke kali untuk mencuci perabotan makan. Melihat aktifitas kampung di awal hari sungguh merupakan pengalaman yang sukar untuk dilupakan dan membuat kami merasa betah. Sayangnya keindahan kampung tradisional ini tidak dapat kami abadikan karena aturan adat yang melarangnya dan kamipun memang mematuhinya.
Setelah bersih-bersih badan kami sarapan dan bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke Balimbing, Baduy Luar. Sambil menunggu berangkat banyak di antara peserta yang membeli suvenir khas Baduy berupa tas, topi dan gelang yang dibuat dari rajutan kulit pohon. Banyak juga yang membeli madu lebah hutan dan gula aren untuk oleh-oleh.
Jam 08.00 pagi kamipun dengan berat hati berangkat meninggalkan Cibeo. Jalur ke Balimbing memang lebih panjang dibandingkan dengan rute kemarin. Selain itu lebih banyak tanjakan dan turunan yang curam. Ada satu turunan yg cukup panjang dan terjal sebelum sampai ke sungai batas wilayah Baduy Dalam, di sisi kiri dan kanan terlihat jurang yang dalam. Untungnya hari itupun hujan tak turun sehingga perjalan kami relatif lancar.
Kami sempat beristirahat sejenak di sungai dekat kampung Cipaler. Sungai tersebut dangkal dan berair jernih sehingga kami bisa membersihkan diri dan merendam kaki di aliran air yg dingin. Kami berhenti di sini sekitar 15 menit. Akhirnya jembatan bambu yang cukup panjang membawa kami keluar dari batas wilayah Baduy dalam.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya kami tiba di Balimbing jam 11.10 siang. Kami beristirahat di rumah Kang Sarpin, ayah dari Mulyono. Rumah Kang Sarpin bisa dikatakan merupakan rumah terbesar di Balimbing, atau bahkan di seluruh Baduy. Kami memang mengenal Kang Sarpin sudah sangat lama. Di sini kami makan siang dan bersih-bersih sebelum berangkat ke Ciboleger untuk pulang ke Jakarta. Sambil istirahat dan mengisi waktu senggang para peserta bisa melihat peralatan tenun tradisional milik istri Kang Sarpin. Para peserta wanita bahkan memilih kain-kain hasil tenunan yang banyak macamnya untuk dibawa sebagai oleh-oleh.
Kami meninggalkan Balimbing jam 13.00 dan sampai di Ciboleger jam 13.45. Dari Ciboleger kami akan naik mobil sewaan menuju Jakarta. Setelah berfoto bersama kamipun naik mobil dan berangkat pulang ke Jakarta jam 14.30.
Untuk sampai ke Jakarta kami melalui Jl. Raya Rangkasbitung yang kondisinya sangat parah. Banyak wilayah jalan yang sudah diganti betonpun ambles di sana-sini karena banyaknya truk-truk besar berisi pasir yang melintasi wilayah itu. Setelah memasuki Tol Jakarta-Merak barulah perjalanan terasa lancar. Masuk Jakarta beberapa peserta turun di beberapa titik perhentian, di antaranya, Halte Benhil, Harmoni dan Dukuh Atas. Perjalanan berakhir di Museum Mandiri jam 21.00 dan kami berpisah membawa kenangan perjalanan yang indah.